Sekitar sebulan yang lalu, ada acara ramai-ramai di lapangan komplek seberang. Kegiatannya yaitu sepeda santai, bazar, lomba nasi liwet antar RW, pentas seni persembahan anak-anak sekolah, dan lain-lain. Rupanya acara tersebut diadakan dalam rangka perpisahan bersama Ibu Camat yang pensiun dini karena alasan kesehatan. Kebetulan ayah dan suami saya ikut sepeda santai. Jadi setelah agak siang, saya dan ibu saya menyusul ke sana. Mengincar produk bazarnya :D
Yang spesial di acara tersebut adalah hadirnya Bapak Walikota Bandung tercinta, Kang Emil. Langsung deh dikerubungi ibu-ibu yang heboh kepingin foto welfie sama beliau. Saya? Ah santai saja. Dulu zaman saya masih kerja dan beliau belum jadi walikota, sudah sering ketemu kalau ada kegiatan di SAPPK ITB. Ketemu aja, da enggak kenal juga sih, wkwkwk....
Pada kesempatan kali itu, Kang Emil menyampaikan banyak petuah. Mulai dari izin dan pinjaman untuk UKM yang semakin dipermudah (dalam rangka memanfaatkan peluang dari jumlah wisatawan di Kota Bandung yang terus meningkat). Hingga tentu saja himbauan untuk para jomblo, heuheu....
Kang Emil juga menyebutkan bahwa berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Departemen Statistika UNPAD dan menggunakan data dari BPS, dalam skala 0-100, indeks kebahagiaan warga Kota Bandung yang pada tahun 2014 sebesar 68,23, meningkat menjadi 70,60 pada tahun 2015.
Mengetahui data tersebut, saya mengerutkan kening. Apa saya bahagia? Iya sih kalau di rumah. Tapi kalau di luar rumah? Hmmm, entahlah.... Loh kok? Kan sekarang di Bandung banyak taman? Jujur, saya belum pernah menikmati. Lebih tepatnya, sulit untuk menikmati. Lah, setiap akhir pekan macet begitu. Makanya setiap akhir pekan, kalau enggak terpaksa, orang Bandung saya mah mending diam saja di rumah :(
Nah, awal April kemarin, hari Minggu, saya kan ingin menemani suami yang sedang menginap di rumah sakit setelah menjalani operasi gigi geraham. Berangkat dari rumah di Ciwastra pukul setengah sembilan pagi. Coba tebak pukul berapa saya tiba di RSHS? Pukul sebelas siang. Dua setengah jam dong T_T Kalau sudah begitu, tentu saja bisa dipastikan indeks kebahagiaan saya merosot tajam.
Dengan tingkat kemacetan Kota Bandung yang separah itu, kok bisa ya indeks kebahagiaannya tinggi begitu? Ternyata, setelah saya mencari tahu, sepuluh indikator yang digunakan untuk mengukur indeks kebahagiaan itu adalah:
- Keharmonisan keluarga (78,34)
- Hubungan sosial (74,20)
- Kondisi keamanan (73,56)
- Kesehatan (73,55)
- Keadaan lingkungan (71,94)
- Ketersediaan waktu luang (71,79)
- Kondisi rumah dan aset (69,00)
- Pekerjaan (66,97)
- Pendidikan (65,09)
- Pendapatan rumah tangga (63,72)
Oh, pantas. Indikatornya agak aneh. Apakah pekerjaan yang mapan dan pendapatan rumah tangga yang tinggi dapat menjamin kebahagiaan? :D Indikator waktu tempuh perjalanan pun enggak diukur. Padahal penting loh. Karena berdasarkan hasil penelitian yang pernah saya baca di sini, menunjukkan bahwa:
The longer the drive, the less happy people were. A person with a one-hour commute has to earn 40% more money to be as satisfied with life as someone who walks to the office. For a single person, exchanging a long commute for a short walk to work has the same effect on happiness as finding a new love.
dan
The more we flock to high‑status cities for the good life – money, opportunity, novelty – the more crowded, expensive, polluted and congested those places become. Surveys show that Londoners are among the least happy people in the UK, despite the city being the richest region in the UK.
Wow! Mungkin sebaiknya UNPAD juga memasukkan indikator waktu tempuh perjalanan dalam pengukuran indeks kebahagiaan warga Kota Bandung, agar hasilnya bisa lebih mendekati kenyataan.
Namun di balik semua angka-angka tersebut, sebenarnya bahagia itu kan relatif ya. Saya pernah baca juga kutipan (lupa dari mana), bahwa:
Bukan bahagia yang membuat kita bersyukur, tetapi dengan bersyukur dapat membuat kita bahagia ;)