Quantcast
Channel: Nathalia DP
Viewing all articles
Browse latest Browse all 855

Teknik Penerapan Disiplin pada Anak Usia Dini

$
0
0

Masih ingat artikel saya mengenai Penerapan Disiplin pada Anak Usia Dini beberapa waktu yang lalu? Nah, sekarang saya akan berbagi artikel lanjutannya nih.

Jadi, hari Sabtu tanggal 18 April yang lalu, Jule & Antzer Mother School kembali mengadakan seminar parenting di komplek rumah saya. Ups, sudah lama ya, lebih dari sebulan yang lalu, hehehe…. Masih mengundang narasumber yang sama, yaitu Ibu Aundriani Libertina, M. Psi (psikolog, kepala sekolah Binar Indonesia Preschool di Rancabolang, Bandung). Apabila dalam seminar sebelumnya, memberi pencerahan pada para orang tua tentang betapa pentingnya menerapkan disiplin pada anak, seminar kali ini lebih menekankan pada tekniknya.

Sebelum masuk pada teknik disiplin, sedikit kilas balik dulu mengenai materi sebelumnya. Dari film Helen Keller, kita dapat menyimpulkan bahwa kualitas hidup Helen bisa berubah jauh lebih baik setelah diterapkan disiplin yang tegas dan konsisten. Tapi, penerapan disiplin baru akan berhasil apabila anak mempunyai respek kepada orang tua. Bagaimana caranya mendapatkan respek dari anak? Yuk, baca terus ;)

Pertanyaan peserta:
  • Disiplin dapat mulai diterapkan sejak anak berumur berapa?
Dua tahun (ketika anak mulai disapih dan toilet training). Sebelum dua tahun, ketika anak menumpahkan obat, namanya eksplorasi, tugas orang tua untuk menyesuaikan lingkungan agar aman bagi anak. Tapi setelah dua tahun, ketika menumpahkan obat, anak harus diajarkan mengenai aturan dan disiplin.
  • Bolehkah marah pada anak?
Marah boleh dong, yang tidak boleh itu marah-marah :p
  • Bagaimana apabila ibu memilih untuk bekerja di luar rumah?
Ibu boleh memilih untuk tidak bekerja, bekerja full time, atau bekerja part time. Yang penting, ibu memahami kondisinya masing-masing serta mengetahui dan mengantisipasi risikonya.

Pembahasan teknik disiplin dimulai dengan mendengarkan dan melakukan evaluasi praktik disiplin yang direkam oleh salah satu peserta. Selama sekitar 10-15 menit, ibu itu mendisiplinkan anaknya (laki-laki, 3 tahun) yang sudah selesai bermain lego tetapi tidak mau membereskan mainannya dan malah mulai menggambar.
Kesan saya, duh ibu itu sabar banget….
Tapi menurut Bu Aund, justru banyak kekurangannya. Di antaranya:
  • Eksekusi terlalu lambat.
  • Suap diawal (akan memberi kertas kosong apabila anaknya mau membereskan legonya).
  • Memberikan alasan dengan bahasa tingkat tinggi, terlalu panjang, dan bertele-tele.
  • Nada terlalu lembut, sehingga anak tidak respek.

Tiga Senjata Utama
Dalam menerapkan disiplin, ada tiga senjata yang dapat digunakan. Yaitu:
  • Suara
  • Mata
  • Bahasa tubuh

Ketika Bu Aund menanyakan senjata utama yang dimiliki tiap peserta, sebagian besar menjawab suara dan bahasa tubuh. Padahal senjata yang paling utama dalam menerapkan disiplin yaitu mata. Lihat mata anak, untuk memastikan bahwa dia memperhatikan apa yang kita katakan. Jadi jangan sambil main handphone atau sambil masak ya :p

1. Kenali nada bicara
  • Nada sehari-hari: datar dan normal (Contoh: Tolong cuci tanganmu)
  • Nada memerintah: rendah tapi tegas (Contoh: Duduk di sini)
  • Nada menghargai: tinggi dan bergairah yang menunjukkan kegembiraan (Contoh: Hebat)
  • Sampaikan pesan dengan jelas, singkat, dan mantap (jangan ragu, memberi peluang untuk didebat/kompromi, ada nada bersalah/cemas).

Pssst, suara perempuan itu sopran (tinggi) sehingga tidak enak didengar mana kalau sedang mengomel, kalimatnya merepet pula, hihihi…. Berbeda dengan suara laki-laki yang rendah. Makanya ketika ayah berbicara, cenderung lebih mendapat perhatian.

Pertanyaan peserta:
Disiplin berarti tidak ada diskusi?
Iya. Diskusi dilakukan sebelumnya. Misalnya ketika di jalan melihat bapak-bapak meludah sembarangan. Langsung diskusikan dengan anak bahwa hal tersebut tidak sopan.

2. Kenali tatapan mata
  • Hangat
  • Tegas
  • Menghina
  • Tidak percaya
  • Latihan/evaluasi menggunakan cermin.
  • Jika anak menolak menatap saat diberi penjelasan/perintah, pegang tangan atau pipi/dagunya dengan tekanan yang secukupnya saja sambil katakan, "Tatap mata Ibu, Ibu sedang berbicara denganmu."

3. Kenali bahasa tubuh
  • Bahasa tubuh sehari-hari: santai, luwes, sentuhan lembut
  • Bahasa tubuh saat mendisiplinkan: tegap, jaga jarak (tidak terlalu dekat/jauh), gunakan tangan untuk menunjukkan tempat (bukan dagu, kepala, atau yang lainnya), menatap mata anak sejajar dengannya, minimalisir penggunaan jari

Pertanyaan peserta:
Apakah bahasa tubuh ibu dapat memberikan efek psikologis pada anak?
Iya, tapi tidak secara langsung. Bahasa tubuh yang tepat dapat membuat ibu merasa percaya diri, kompeten, mempunyai hak/otoritas untuk mengatur anak.

Ingat, pergunakan tubuh sesuai fungsinya, bukan untuk menunjukkan kemarahan. Apabila jarak ibu dan anak terlalu dekat serta tangan ikut menunjuk-nunjuk, maka terlalu mengintimidasi. Sebaliknya, apabila jarak ibu dan anak terlalu jauh, maka anak tidak akan respek.

Cek, apakah sikap ibu lebay atau tidak. Apabila setelah mendisiplinkan anak, ibu merasa cape, mungkin nada bicara, tatapan mata, dan bahasa tubuh ibu terlalu berlebihan.

Penyampaian materi ini diselingi juga dengan praktik. Secara bergiliran, setiap peserta diminta untuk mengucapkan kalimat dengan nada sehari-hari, nada memerintah, dan nada menghargai. Hasilnya sih cenderung datar, entah ya kalau di rumah, hihihi…. Begitupun dengan tatapan mata dan bahasa tubuh, dipraktikan juga.

Time Out
  • Bisa berupa pojok merenung, kursi berpikir, karpet menyendiri, sesuai kondisi masing-masing.
  • Merupakan kendali yang tegas atas perilaku buruk anak, bukan hukuman.
  • Anak diminta untuk memikirkan tindakannya dan memahami akibat dari perilaku buruknya (konsekuensi).
  • Langkah utama: menjauhkan anak dari tempat kejadian perkara untuk sementara waktu agar ia memiliki kesempatan untuk menenangkan diri, berpikir tentang perilakunya, dan meminta maaf atas perilakunya tersebut.

Teknik time out:
  • Beri peringatan satu kali.
  • Membawa anak ke zona time out jika ia mengulangi perilaku buruk.
  • Beri penjelasan dan tetapkan waktu time out-nya (sampaikan dengan jelas, jangan pakai kata 'itu' atau 'nakal').
  • Waktu time out disesuaikan dengan umur anak (misal untuk anak berusia 5 tahun, waktu time out-nya selama 5 menit).
  • Tinggalkan dan jangan melakukan komunikasi.
  • Kembali dan jelaskan jika anak tidak patuh.
  • Meminta anak untuk minta maaf.
  • Akhiri dengan pelukan dan berikan pujian dengan nada yang lebih tinggi dan riang.

Penting! Ajarkan anak cara untuk meminta maaf. Namun poin utamanya, apabila anak memukul, bukan untuk meminta maaf pada orang yang dipukul. Tetapi menyadari bahwa perbuatannya salah dan tidak akan mengulanginya lagi.

Berikut pesan terakhir yang disampaikan Bu Aund dalam acara ini.
Menjadi orang tua memang sulit. Menjadi orang tua yang baik memang tidak bisa instan. Makanya orang tua harus realistis. Anak bisa menunjukkan perilaku di luar rencana Anda. Tugas orang tua untuk mengembalikan perilaku anak ke rencana semula. Apabila merasa lelah mengasuh anak, ingatlah pahala jihad seorang ibu.

Alhamdulillah…. Seru, bermanfaat, dan bisa langsung dipraktikkan di rumah. Tidak sabar menunggu acara seminar selanjutnya, terutama yang temanya mengenai mendidik anak sesuai kepribadian ibu :D


Viewing all articles
Browse latest Browse all 855

Trending Articles