Quantcast
Viewing all articles
Browse latest Browse all 854

Makan di Tengah Danau di Bale Apung De Lempung Kuring

Hari Sabtu beberapa minggu yang lalu, Mamah bilang sama saya lagi kepingin makan wajit dan gurilem Cililin. Beliau mengajak saya, siapa tahu mau ikut ke Cililin. Saya memang enggak terlalu suka wajit, tapi kalau gurilem, duh itu sih favorit banget. Dicamil saja sudah asyik, apalagi dijadikan taburan untuk mi instan, uh mantap.

Saat itu kami sedang berkumpul di rumah saya, karena ada mertua yang datang berkunjung sambil membawa bahan untuk membuat nasi liwet dan ayam bakar. Ketika mendengar hal tersebut, mertua pun mengajak kami agar sekalian makan siang di sebuah floating resto di daerah Cihampelas. Eits, Kecamatan Cihampelas di Kabupaten Bandung Barat ya, bukan Jalan Cihampelas di Kota Bandung, hehehe....

Akhirnya kami pun sepakat untuk langsung bertemu dan makan siang bersama di tempat tersebut. Tapi saya bisik-bisik sama suami, agak malas makan siang ke sana lagi. Soalnya waktu itu pernah satu kali makan siang di sana dan mendapatkan pengalaman yang kurang memuaskan. Menunggu makanannya lama, rasanya pun biasa banget.

Untungnya, adik suami merekomendasikan floating resto lain yang lebih oke. Namanya Bale Apung De Lempung Kuring. Lokasinya berada di Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat. Adik ipar saya pernah makan di sana bersama teman-temannya.

Jadi, hari Minggu keesokan harinya, kami pun berangkat dari rumah masing-masing dan langsung bertemu di De Lempung Kuring. Seharusnya bareng adik saya juga yang akhir pekan itu rencananya pulang ke Bandung dan membeli tiket bus Budiman. Tapi enggak jadi karena suaminya sedang sakit. Gagal kumpul semua deh, huhuhu....

Rombongan kami dari Ciwastra, berangkat sekitar pukul 10 pagi setelah Jav selesai latihan taekwondo. Menggunakan jalan tol, masuk dari gerbang tol Buah Batu dan keluar di gerbang tol Padalarang. Bisa juga keluar dari gerbang tol Baros, bebas.

Setelah mampir belanja wajit dan gurilem di Cililin, kami pun sampai di De Lempung Kuring sekitar pukul 12 siang. Kondisi lalu lintas ramai lancar, hanya agak macet saat harus melewati pasar. Ternyata tempatnya cukup tersembunyi, masuk ke jalan kecil gitu, bukan di pinggir jalan raya. Enggak ada tanda-tandanya pula, jadi kami hanya mengandalkan petunjuk dari Waze dan adik suami.

Tempat parkirnya pun masih berupa hamparan tanah berbatu. Entah kenapa enggak segera dibuat mulus, mungkin menunggu bangunan di depannya selesai dibuat. Jadi, di depan floating resto tersebut sedang didirikan sebuah bangunan berbentuk kapal laut. 

Karena bentuknya floating resto, maka tempat makannya terletak di tengah danau. Untuk mencapai ke sana, kami harus menyeberang menggunakan rakit. Jaraknya pendek sih, tapi lumayan seru. Nah, dari petugas yang mengendalikan rakit, kami tahu bahwa bangunan berbentuk kapal laut di depan itu akan menjadi museum angkatan laut. Wuih, keren ya.

Rupanya mertua saya telah sampai lebih dulu, bahkan sudah memesan makanan juga. Jadi ketika kami sampai, makanan sudah siap. Alhamdulillah, enggak perlu menunggu lama, soalnya perjalanan jauh membuat perut saya lapar berat, hehehe....


Mertua saya memilih tempat makan di bale (saung) yang berada di pojok. Enak, adem karena benar-benar terbuka. Pemandangannya pun cukup memanjakan mata. Suka, karena saya jarang bisa menikmati makanan Sunda dengan pemandangan danau seperti ini. Di Bandung kan banyaknya resto yang dikelilingi bukit. Contohnya seperti Kampung Daun Cafe.


Layaknya masakan Sunda pada umumnya, menu yang kami nikmati tentu enggak jauh dari nasi liwet, lalap, dan sambal, hohoho.... Lebih lengkapnya menu kami siang itu adalah nasi timbel, nasi liwet, ayam bakar, nila bakar, cah kangkung, tahu, tempe, lalap, dan sambal. Serta minumnya yaitu teh tawar hangat, jeruk hangat, dan es jeruk. 

Rasanya? Ayam bakar dan nila bakarnya enak banget. Bumbunya meresap, perpaduan rasa gurih dan manis. Apalagi dicocol sambal yang pedasnya mantap. Nikmat.... Cah kangkungnya juga perlu mendapat acungan jempol karena segar dan batangnya dibelah, rajin banget.


Selesai makan, kami bergantian menunaikan salat Dzuhur. Musalanya cukup nyaman. Saya membawa mukena sendiri sih, tapi di sana juga tersedia mukena bersih kok. Setelah itu kami juga sempat foto-foto di sana, karena ada spot-spot yang memang cantik dan cukup instagramable.


Kesimpulannya? Recomended. Makanannya enak, pemandangannya asyik, tempatnya bersih (alas kaki dibuka), musalanya nyaman, dan cukup luas (saat itu ada gathering juga). Harganya pun lumayan terjangkau. Total tagihan untuk pesanan kami (7 orang plus masih banyak sisa yang bisa dibungkus ke rumah) yaitu sekitar 400 ribu rupiah. 
De Lempung Kuring ini buka setiap hari Sabtu sampai Kamis, hari Jumat libur. Kalau hari Senin sampai Kamis, buka mulai pukul 9 pagi sampai 6 sore. Sedangkan hari Sabtu dan Minggu, buka mulai pukul 9 pagi sampai 8 malam.

~~~

Bale Apung De Lempung Kuring
Jalan Banuraja, Desa Pangauban
Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat


Viewing all articles
Browse latest Browse all 854

Trending Articles